vendredi 25 mai 2007

I'm learning........

Seingatku, sepanjang perjalanan ke kantor atau pulang kantor, perasaaan bersyukur sering aku ucapkan, meskipun dalam hati. Bersyukur bahwa aku lebih beruntung dibandingkan gelandangan (yang sekarang tambah banyak di Paris). Ketika tadi siang aku berpapasan dengan anak SD yang minta api rokok, bersyukur aku selama ini (semoga!) tidak membuat malu orang tuaku karena kelakuanku. Ketika mendengar berita seorang pejabat terjerat hukum karena KKN, bersyukur aku karena orang tuaku tidak melakukan hal itu.

Mungkin rasa syukur yang belum bisa aku ungkapkan adalah ketika Tuhan sering mengujiku dengan tindakan-tindakan orang yang menyakitiku. Belum bisa aku sebijak Nabi atau orang suci lainnya, yang bisa dengan lapang dada membalas sakit hati dengan perbuatan yang sebaliknya. yaaa, belum rela rasanya aku melakukan itu.

Sebenarnya, sering aku berupaya untuk itu, diam-diam tanpa sepengetahuan orang yang menyakitiku, aku berusaha menyampaikan kebaikan-kebaikan orang yang sering menyakitiku. Mungkin Tuhan tidak mengjinkanku, menyampaikan kebohongan-kebohongan atas "bungkusan ceritaku" tentang kemunifikan-kemunafikan orang yang menyakitiku, karena orang itu (barangkali) adalah seburuk-buruknya manusia yang pernah aku jumpai. Mengadu domba, berbohong (atas nama rakyat kecil pula) mencari keuntungan pribadi, jika perlu membuat orang tunduk untuk mengakui bahwa dia adalah yang terhebat. Yaaaaa, setelah mendapat nasehat seorang teman yang bijak, rasanya ada beberapa kesalahan yang mesti aku perbaiki.

Pertama, pujilah dia di depannya dan di depan orang-orang sekitarmu. aaaah, mungkin terlalu sombong aku, begitu banyak orang yang aku puji, sangat miskin aku memuji di depannya atau di depan umum atas sepengetahuannya. Tapi aku khawatir aku akan dididik menjadi penjilat kataku. Tidak, kata temanku yang bijak. Karena itu adalah bagian dari bahasa diplomatis. Dalam negosiasi saja kita seperti itu, memuji dahulu. Ya, tapi bukankan itu berarti memposisikannya sebagai lawan??!! Sanggupkah aku??!! sementara kebencianku rasanya sejak awal pun sudah diketahui olehnya sejak dulu, pujianku rasanya akan tercium olehnya sebagai suatu kebusukan.

Kedua, rendahkan nada suaramu. yaaaa, mungkin tanpa aku sadari, tanpa aku bermaksud menjatuhkan orang, dan mungkin karena kekurangbijakanku, cara bicaraku sering offended orang! ternyata, aku belum memahami budayaku sendiri, bahwa cara bicaraku ternyata membuat banyak orang merasa "terkalahkan". hmmm, mungkin aku terlalu memposisikan rekan-rekanku sebagai orang-orang yang sangat terdidik dan bijak, sehingga aku kira esensi perdebatan bukanlah nada suara, namun logika dan kebenaran serta solusi. Tetapi mungkin benar bahwa lidahku tajam, saatnya belajar menumpulkan lidah! I said I didn't realize that my tone has offended him. He said, now you will learn girl, that you have to tone down your statement during the debat without loosing your integrity. I said, I didn't care about integrity, he said, well you have to learn now girl!

Ketiga, jangan pernah meninggalkan perang, katanya! kata2 itu keluar setelah suaraku yg mulai serak berkata: sepertinya saya tidak kuat..............., sungguh kaget aku. Aku sendiri tidak dekat dengannya, tapi mendengar nasehat2 berdasarkan pengalamannya dengan"Nya" sebelumnya, sungguh mendorong kata-kata itu keluar dari mulutku: saya ingin sekali sekiranya tidak menimbulkan preseden, pulang lebih awal, sambil hampir jatuh air mataku. Rekanku pun tak sanggup menatapku, sambil berkata: jangan pernah mundur dari peperangan. Sambil mengakhiri percakapan itu, aku bersyukur bahwa Tuhan masih menebarkan teman2 yang menguatkanku. Ya pak, tapi aku tidak pernah menganggap kehidupan ini suatu medan perang, karena ku tidak menyukai peperangan. Mungkin aku salah menampilkan gesture, sehingga gestureku secara tidak sadar menebarkan hawa peperang.........ah, tidak pernah kusangka, Paris yang indah telah menyisakan catatan kesedihan dan sakit hati berkepanjangan.....yaaaa rasanya catatan kebahagiaan selama di Paris hanyalah sesering turunnya salju tebal di kota Paris, karena Paris sangat jarang sekali berselimut tebal salju.

Today, I'm learning that Paris is far away from my home town, but I also am learning Paris is even far away from happiness.

Paris, 25 May 2007

1 commentaire:

naya a dit…

happiness is not something that related to where you are or were or will be,dear,happiness is what we have in our heart. We do feel pain or hurt sometimes (or even often) for bad things happen to us, yet how we do face all those things will determine how much we keep the true happiness in our heart. Don't let anything take happiness from our heart. and to do so, if we can keep our good values lead our mind, act and behavior, it means we keep true happiness in our heart, no matter people or situation might do to us.
I know I'm still learning to do what I'm sayung here, but I'd love to do so through God's will and God's grace because He is my true happiness. Hope this could give you some good insight,sis. Love u